Anggap aja kali ini random. Banyak banget yang ngendap di kepala. Mereka minta dituliskan tapi gue bingung bagaimana memulai dan membuat mereka menjadi runut.
1. Kepercayaan dan bagaimana menjadi mandiri
Seorang temen ngirimin satu link bacaan yang menarik. Mengenai kepercayaan, bahwa dewasa ini terlalu banyak jejaring sehingga kepercayaan ngga dipengaruhi circle terdekat. Dulu kepercayaan dibangun dan dimulai dari ketemu setiap hari, face to face, dan paham benar tingkahnya seperti apa. Namun sekarang ini ngga terlalu berefek sangat dengan adanya internet. Kita bisa dengan bebas menceritakan pada stranger di internet mengenai dark side kita. Ngga harus setiap hari ketemu. Selintas aja cukup. Contoh medianya seperti omegle, dll. Pertimbangannya apa? Pertama, release emosi yang udah numpuk di hati sama pikiran. Orang-orang di dunia nyata terlalu toxic sehingga mencari jejaring lain yang lebih ngerti. Lebih mahamin. Mungkin contohnya seperti temen-temen di Tumblr, yang beberapa terkoneksi karena kesamaan pola pikir, perasaan frustasi, dst. Kesamaan tersebut membuat saling mengerti terlepas ngga pernah ketemu di dunia nyata. Kesamaan inilah malah yang membuat hubungan menjadi intim tanpa harus ketemu secara fisik. Kedua, circle pertemanan dunia maya ngga terhubung langsung sama dunia nyata, so bebas mau menceritakan apa aja. Toh yang dicurhatin ngga kenal siapa orang tua, temen kuliah, temen kerja —perbedaan domisili tempat tinggal membuat rahasia itu aman. Mau ember pun, ngga nyentuh lingkungan nyata juga.
Karena kepercayaan harus dibangun dari kedekatan fisik tersebut, menurut artikel itu sebaiknya jangan mudah memberikan kepercayaan pada stranger. Ada benarnya ini. Kepercayaan kan mahal harganya. Lebih baik mandiri aja. Semua disimpan sendiri. Berikan kepercayaan itu pada orang-orang yang memang pantas dipercaya. Feel like, insecure ke semua orang ya 🤔
Memang sih, ada korelasi antara kepercayaan dengan ekspektasi. Semakin percaya kita pada orang lain, semakin tinggi ekspektasi kita pada orang tersebut. Ekspektasinya adalah dia bakal selalu ada disaat kita kesepian, depresi, dll. Padahal setiap orang kan punya kesibukan masing-masing. Ngga selalu mampu memenuhi ekspektasi tersebut. Nah ketika ekspektasi ini ngga terpenuhi, jadilah sakit hati, menolak percaya lagi pada orang lain, dll. Ini yang ngga baik. Ini yang dianjurkan mengapa orang sebaiknya mandiri saja. Berproses dengan percaya pada dirinya sendiri.
Jadi, dirinya sering diajak ngobrol gitu. Kontemplasi diri sebelum melempar pertanyaan pada orang lain. Terus menekan diri sendiri dengan pertanyaan-pertanyaan sehingga akan ada jawaban —ya dari diri sendiri. Kadang ini ngga selalu membuat gue setuju sih. Kenapa? Jatuhnya ya jawaban yang individualis. Ngga selalu objektif. Perlunya ngobrol sama orang lain biar nambah insight. Tapi kata temen, kalau banyak nanya sama orang lain, entar pikirannya jadi tumpul. Ngga kepake. Maunya disuapin terus. Jadi lebih baik filter benar-benar apa yang ditanyakan; kontennya, fokus masalahnya, dll.
2. Suicidal though
Seseorang bilang ini, dan gue ngga tau harus ngapain. Gue ngga ada niatan untuk bilang, “Kamu kenapa? Sini cerita sama aku mengenai masalahmu bla bla~”
Ngga akan mempan, sepertinya. Jadi yang gue tanyakan hanya, “Butuh distraksi ngga?”
Kenapa nanya gitu? Karena gue tahu dia sekarang ini hanya ingin sendiri —yang mana ini sangat membahayakan karena dia lagi ngelawan pikirannya. Apapun yang gue lakukan ngga akan merubah apapun selama dia ngga mau terbuka. Dan, terbuka pun, itu tidak membantu banyak —sepertinya. Cerita tentang masalah hidup atau trauma ngga selalu menyelesaikan suicidal though itu sendiri. Tinggal bagaimana orang itu melawan dirinya. Karena, berharga nggaknya hidup ya orang itu sendiri yang memutuskan. Kita hanya mengusahakan bagaimana dia ngga bunuh diri. Well, masih banyak cara mati yang lebih elegant jadi tolong tahan diri untuk selesaiin rute hidup. Kalau udah begitu bosan dan capek, tolong cari distraksi —apapun itu.
Hmm, gue percaya lu akan bertahan hidup jadi tolong, bertahan lebih lama ya.
3. Masa lalu dan sebentuk bodoamat
Hidup ini sebentuk keseimbangan. Ada bahagianya, ada menderitanya. Semua ada masanya. Ngga bisa bahagia terus atau sedih terus. Kan, segala sesuatu yang berlebihan itu ngga baik. Tengah-tengah aja cukup.
Sebab itu lah, perlakukan masa lalu dengan cara yang sama. Kalau sulit merelakan, pelan-pelan aja. Time will heal —tanpa lupa untuk usaha juga ya. Kadang perhitungan waktu tuh ngga relevan tau. Seperti, bisa aja jatuh cinta cepet, lupainnya bertahun-tahun. Kan kezel yaa hmm
Karena itu perlu manajemen bodoamat. Ngga usah peduli. Ini level tertinggi dari kata ‘selesai’ akan suatu hubungan. Bukan karena kecewa, tapi lebih menekannya pada diri kalau selesai itu sendiri ya selesai. Ngga ada lanjutannya. Ngga ada hal-hal baru yang perlu dibuat drama. Selesai ya selesai. Jangan diungkit apalagi dibahas-bahas lagi. Ngga ada gunanya gitu. Kecuali, ngga apa dibuat kontemplasi. Kan, yang membentuk kita hari ini adalah apa yang pernah terjadi di masa lalu. Cukup sampai itu aja..
Mungkin kontemplasi sampai sini dulu. Agak pegel ngetik. Panjang juga ini. Kalau baca ulang bisa jadi males sangking panjangnya. Mengenai yang lain akan gue tuliskan nanti..